BERGERAK DAN BERSATU MENUJU INDONESIA BARU

HIDUP RAKYAT INDONESIA

Sabtu, 23 Januari 2010

RE-DEFINISI AKTIFIS

istilah pergerakan atau gerakan seringkali hanya dimaknai dengan aksi turun jalan, demonstrasi menyuarakan sebuah aspirasi tertentu. Bahkan, kader yang militan dalam pemaknaan Organisasi Kepemudaan (OKP) adalah orang-orang yang aktif melakukan aksi turun jalan, happening art, dan beberapa aksi jalanan lainnya. Karenanya ia disebut sebagai “aktivis” yang dipenuhi semangat heroisme untuk membela kepentingan rakyat.
Sebaliknya, orang-orang yang tidak aktif dijalanan tidak dikategorikan sebagai aktivis pergerakan atau “kader militan”. Kelompok-kelompok mahasiswa yang aktif di Lembaga Pers, penulis, budayawan, sastrawan dan lain sebagainya sama sekali tidak dikategorikan sebagai aksi-aksi gerakan moral, walaupun apa yang disuarakan mereka juga memiliki sinergisitas dan pesan yang sama dengan apa yang diperjuangkan “kader jalanan”. Karena itulah, tidak sedikit diantara mahasiswa yang memiliki cita-cita untuk menjadi aktivis jalanan, dengan mengesampingkan kuliah, nilai baik dan ilmu pengetahuan.
Pemaknaan yang sedemikian sempit ini tentu tidak bisa dipersalahkan. Sebab, yang menonjol diantara mahasiswa adalah mereka yang bisa melakukan aksi turun jalan. Akan tetapi, mengikuti pengertian gerakan yang disempit diatas tentu akan membawa akibat yang tidak remeh. Mahasiswa yang memiliki kecenderungan selain jalanan akan hengkang (tidak aktif) atau bahkan tidak berminat untuk mengikuti organisasi pergerakan mahasiswa seperti PMII, HMI, IMM, KAMMI, GMNI dan lain sebagainya.
Lihat saja ketika organisasi kepemudaan diatas membuka pendaftaran (Pelatihan Kader Dasar, PKD/Latihan Kader, LK/Darul Arqom, DA, KTD dsb) cukup banyak diminati mahasiswa, tetapi pasca itu jumlah mahasiswa yang aktif diorganisasi tersebut semakin surut. Semakin minimnya mahasiswa yang aktif diorganisasi pergerakan dikarenakan tidak tersedianya ruang dalam organisasi tersebut. Padahal diakui atau tidak, mahasiswa yang memiliki kecenderungan diluar itu sangatlah tumpah ruah.
Disamping itu, gerakan moral saat ini nyaris sama dengan gerakan politik. Sebab, lazimnya, mahasiswa hanya mampu mengkritisi kebijakan-kebijakan politik pemerintah. Sementara, hal-hal diluar itu yang menjadi problem bangsa jarang disentuh oleh kalangan mahasiswa. Bencana alam, kemiskinan, pengangguran, buruknya pendidikan dan lain sebagainya tidak mendapat ruang yang istimewa dihati mahasiswa.
Dalam kerangka itulah, memaknai ulang terhadap gerakan atau pergerakan sangatlah penting. Hal ini dimaksudkan untuk; pertama, terjalinnya kerjasama diantara elemen mahasiswa yang memiliki kecenderungan yang berbeda-beda, antara aktivis jalanan dengan jurnalis, penulis dan budayawan. Kerjasama diantara elemen mahasiswa yang memiliki kecenderungan yang berbeda-beda ini sangatlah penting dilakukan. Sebab, aksi turun jalan untuk menyuarakan aspirasi tertentu tidaklah se-efektif pada tahun 1998.
Bahkan tidak jarang, sebagian masyarakat merasa risih dengan aksi turun jalan yang dilakukan oleh mahasiswa. Singkatnya, aksi turun jalan bukanlah satu-satunya cara untuk menyuarakan aspirasi tertentu. Melalui tulisan dimedia massa, pamflet, happening art, orasi budaya juga bisa menjadi cara untuk menyalurkan aspirasi tertentu. Disinilah, titik singgung dan sinergisitas antar elemen mahasiswa yang memiliki kecenderungan yang berbeda-beda.
Kedua, masa depan gerakan mahasiswa. Kedepan, mahasiswa tidak hanya dihadapkan pada aksi-aksi gerakan moral dijalanan, tetapi juga bisa mengisi dan siap melanjutkan estafet pemerintah kearah yang lebih baik. Karena itulah, mahasiswa yang memiliki kecenderungan yang berbeda bisa menjadi partner yang baik dalam melakukan aksi-aksi kemanusiaan, menyelesaikan persoalan bangsa dan Negara

1 komentar:

  1. saya rasa tidak dengan aktivis HTI, kami biasa melakukan diskusi2 dengan tema yg luas dan mendalam... mungkin anda perlu memasukkan HTI ke dalam tulisan di atas supaya referensinya lebih lengkap lagi OK!!!

    BalasHapus